Luapan Emosi dari Negeri Seberang

Leave a Comment

Luapan Emosi dari Negeri Seberang. Kutuliskan kisahnya untuk mengungkapkan suara hatinya. Dia berkisah dengan penuh emosi:

Aku pernah bilang bahwa hubungan kita ini bukan hubungan logika. Tapi hubungan hati yang erat dan mengikat.
Aku mengalungkan hatiku padamu, tapi kau melepaskannya. Bahkan kau melecehkanku, menikam dan menusukku dari belakang. Apakah ini balasanmu?

Aku baru tahu, rupanya pisau yang menancap lama di tubuhku ini adalah pisaumu. Itu membunuhku secara perlahan! Hebat, aku baru tersadar tentang semua itu, mungkin aku terlalu polos hingga bisa dibodohi seperti ini. Bodoh sekali aku ini. Aku menyesal mengenalmu, tapi aku tidak bisa melupakanmu. Aku tidak bisa membencimu karena kita membangun keluarga ini atas nama cinta, persamaan yang berbeda, kebersamaan, dan lainnya yang menjadi ikrar kita. Cinta memang sudah membuatku buta, tapi hati ini tidak buta untuk melihat kesalahanmu itu. Kemana hatimu, di mana?

Kau tidak tidur, tidak gila, tidak bodoh, dan tidak mati. Mengapa semua itu kosong dalam fakta dan hambar dalam rasa. Kau beralasan, "Tidak ada yang sempurna dari cinta, kebersamaan, persamaan dan lainnya." Manis sekali pembelaanmu itu setelah meruntuhkan bangunan cinta itu, indah sekali alasanmu itu setelah merobohkan dinasti yang kita bangun. Luar biasa! Tidak ada lagi prasasti bertuliskan "Kita adalah keluarga", yang ada hanyalah "Kita pernah bertetangga", itupun tetangga jauh, jika diperkirakan mungkin jaraknya ibarat langit dan bumi ini. Sungguh aneh hidup ini, aku membelamu mati-matian, tapi justru kau memangsaku dari belakang.

Kini semuanya sudah berakhir, aku akan menyimpanmu dalam berkas kenanganku, dan aku akan menguburmu meski kau masih hidup dalam pikirku. Jika kau membangkitkanku. Aku akan bangkit tapi dengan rupaku yang berbeda. Jika kau memanggilku, aku akan menjawab, tapi itu bukan dengan cinta. Entah apa itu namanya, kau lebih tau daripada aku. Jika kita dalam keadaan bersama, aku akan bersama, tapi tidak ada lagi kisah bahagia itu. Kau tahu kenapa? Sebab kau telah menciderai dan menghianatinya, atau bahkan telah membunuhnya. Ini sangat kejam, sangat sadis. Karena itu, keberadaanku hanyalah formalitas dan simbol keutuhan keluarga yang sudah runtuh. Keluarga yang sudah tak bernyawa, apakah itu adalah kematian? Aku tidak tahu itu, silahkan dijawab, kau yang lebih tahu dan paham tentang itu semua.

Untukmu yang tercinta.
Untukmu yang tersayang.
Untukmu yang terkasih.
Untukmu yang terkenang.
Sudah cukup toleransiku padamu.
Next PostNewer Post Previous PostOlder Post Home

0 Comments:

Post a Comment